Parapuan.co – Kawan Puan, kekerasan berbasis gender bisa dialami oleh siapa saja.
Kekerasan berbasis gender ini bisa dialami baik oleh perempuan, laki-laki maupun anak sekali pun.
Kekerasan tentu menjadi hal yang merugikan korban. Mereka akan dirugikan baik secara fisik, mental, dan bahkan ekonomi.
Rani Hastari, selaku Gender Equality & Social Inclusion Specialist Plan Indonesia dalam acara webinar "Kelas Edukasi No! Go! Tell!: Kekerasan Berbasis Gender dan Perrlindungan Anak", Kamis (15/07/2021), mengatakan bahwa kekerasan dapat dilakukan bahkan oleh orang terdekat.
Baca Juga: Kurangnya Pengetahuan buat Anak Enggan Melaporkan KBGO yang Dialami
“Banyak orang yang sudah pakai pakaian tertutup tapi masih mendapatkan cat calling,” jelas Rani.
Sering kali perempuan yang sudah berpenampilan tertutup masih mendapatkan cat calling dari orang lain seperti memberi salam, mengomentari pakaian mereka, dan hal lain yang membuat perempuan merasa terganggung.
Tak hanya perempuan, laki-laki juga bisa menjadi korban kekerasan berbasis gender.
Salah satunya adalah laki-laki sering dianggap sebagai orang yang kuat dan tangguh, sehingga pada saat mereka menangis tak jarang jika mereka akan dinilai cengeng.
Padahal menangis merupakan hal yang wajar, ini merupakan ekspresi kesedihan atau rasa haru yang mereka rasakan.
Kawan Puan, kekerasan berbasis gender tentu membawa dampak pada korban, yaitu:
- Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
- Tonic immobility
- Memperoleh stigma Buruk
- Depresi
- Rasa tidak aman
- Percobaan bunuh diri
- Menyalahkan diri sendiri
- Mengisolasi diri
- Gangguan kesahatan fisik dan mental.
Baca Juga: Wajib Tahu, Ini Cara Mencegah KBGO pada Anak dan Remaja Menurut Pakar
“Kekerasan berbasis gender membangun trauma pada masa depan saat mereka mengingatnya,” ucap Rani.
Tak hanya itu, dari keseluruhan dampak yah ditimbulkan, dirinya menjelaskan jika Tonic immobility menjadi pengaruh terbesar terkait kesehatan mental korban.
Tonic immobility adalah kelumpuhan daya pikir korban saat insiden kekerasan berlangsung.
“Banyak yang mengalami ini dan ini menyebabkan proses keadilan sulit,” tutup Rani. (*)