Parapuan.co – Kawan Puan, trust issues tak hanya terjadi pada relasi hubungan percintaan.
Namun trust issue juga bisa terjadi di dalam keluarga, baik itu antara anak dengan orang tua maupun sebaliknya.
Artinya baik anak maupun orang tua bisa memiliki rasa ketidakpercayaan antara satu sama lain.
Hal ini didukung oleh hasil riset PARAPUAN tentang “Pengalaman Perempuan dalam Menerima Ujaran Kebencian, Seksisme, dan Misogini selama Pandemi Covid-19” yang menyebutkan sebanayk 61% responden mengalami trust issues.
Baca Juga: Mengenal Trust Issues dalam Keluarga, Penyebab dan Dampaknya Menurut Psikolog
Faktor penyebabnya adalah body shaming yang dilakukan oleh anggota keluarga.
Kawan Puan, menurut Dina Auliana, M.Si. Psikolog, dampak trust issues dalam keluarga tidak main-main.
Dalam sudut pandang orang tua, trust issues dalam keluarga akan berdampak mereka yang tidak mempercayai anak.
Satu contohnya adalah ketika kelak anak dewasa dan memilih pasangan hidup, orang tua bisa tak memberikan restu akibat trust issues ini.
Lalu dalam sudut pandang anak, trust issues ini bisa menyebabkan anak memiliki masalah komunikasi yaitu tidak terbuka dengan orang tua.
Menurut Dina, trust issues dalam keluarga ini bisa diatasi, salah satunya dengan teknik komunikasi asertif.
Baca Juga: Merasa Sakit Hati? Lakukan Ini untuk Tetap Menjaga Komunikasi
Komunikasi asertif sendiri dikenal sebagai gaya berkomunikasi yang lugas dan jujur dengan tetap menghargai perasaan orang lain atau dengan kata lain win-win solution.
Lebih lanjut Dina menjelaskan bahwa salah satu teknik komunikasi asertif yang bisa digunakan untuk mengatasi trust issues dalam keluarga ini adalah “I Message”.
“Sampaikan dengan I Message. Sampaikan dulu apa harapanku kemudian berikan juga solusinya. Jadi orang kan enggak tersinggung ya kalau disampaikan dengan enak, nyaman, kayak gitu,” jelas Dina.
Kawan Puan, menyampaikan harapan dan solusi atas ketidaknyamanan ternyata penting sekali lo untuk mengatasi masalah trust issues dalam keluarga ini.
Sebab menurut Dina, daripada hanya disimpan dalam hati atau “gondok” sendiri, lebih baik sampaikan apa yang dirasakan dan berikan juga solusi dari sudut pandang kita.
Selain itu, dengan terus menerus menyimpan harapan maupun rasa kesal dan kecewa tersebut di dalam hati, akan menyebabkan kita lelah sendiri.
Baca Juga: Cara Komunikasi yang Tepat dengan Suami saat Kawan Puan ingin Kembali Bekerja
“Daripada capek sendiri, ya lebih baik dikeluarkan. Namun dengan cara yang benar,” tambahnya.
Kawan Puan, jika kamu mengalamu trust issues dalam keluarga ini, ada baiknya mulai lakukan saran dari psikolog di atas.
Namun dengan catatan, cara mengatasi trust issues dalam keluarga dengan teknik “I Message” tentunya perlu dilakukan secara berulang kali. (*)