Parapuan.co - Baru-baru ini, penyanyi Selena Gomez berbagi kisah tentang kesehatan mentalnya.
Ia bercerita tentang terapi untuk kesehatan mentalnya dalam wawancaranya bersama Vogue.
“Saya pernah mempelajari DBT, yaitu Dialectical Behavior Therapy," kata Selena Gomez dalam Vogue Australia.
Dialectical behavior therapy jika dialihbahasakan, artinya adalah terapi perilaku dialektika.
Terapi perilaku dialektika ini berhubungan dengan penyembuhan gangguan kesehatan mental bipolar.
Baca Juga: Kabar Gembira, Ibu Hamil Kini Bisa Ikut Vaksinasi Covid-19, Begini Aturannya
Selena Gomez sendiri didiagnosis mengalami gangguan bipolar setelah berdiskusi dengan dokter di Rumah Sakit McLean, Amerika Serikat Pada April 2020 lalu.
Memiliki masalah dengan kesehatan mentalnya, pelantun Wolves tersebut menceritakan pengalamannya dalam menjalani pengobatan gangguan kejiwaannya tersebut.
"Saya telah mengunjungi empat pusat perawatan. Saya pikir dalam kesehatan mental, saya tidak pernah mengerti stigma sampai saat saya pergi ke pusat perawatan pertama saya, karena itu bertahun-tahun yang lalu," ucap Selena.
"Tapi kemudian ada sebuah foto yang keluar, dan sangat liar untuk melihat betapa kejamnya mereka," katanya lebih lanjut.
Ia pun menceritakan stigma yang ia dapat tentang dirinya, terutama tentang perkataan media kepadanya, seperti 'bintang cilik' hingga 'menggunakan narkoba'.
"Saya melihat semua perubahan itu, perlahan tapi pasti, karena sekarang, jika ada media yang mengolok-olok saya, merekalah yang terlihat seperti bajingan karena kami tidak menoleransi itu lagi," kata artis yang populer lewat Disney Channel itu.
Dalam wawancara tersebut, pemilik brand kosmetik Rare Beauty ini juga menekankan bahwa merawat kesehatan mental merupakan sebuah proses jangka panjang.
Ia mengatakan untuk tidak melupakan masalah mental yang terjadi pada diri kita melainkan untuk mengatasinya hari demi hari.
"Ini sebenarnya praktik sehari-hari," katanya.
Dengan menjadikannya seperti itu, ia beranggapan bahwa dia dapat mengatasi masalah mental yang ada jika itu mengganggu dirinya.
"Dan seperti yang saya katakan, saya juga pergi ke terapi. Kamu dapat menemukan cara untuk hidup di dalamnya. Tetapi begitu kamu memahaminya, rasa takut kamu untuk mengakui bahwa kamu memiliki sesuatu akan hilang,” kata perempuan yang akan menginjak usia 29 tahun pada bulan Juli mendatang ini.
Baca Juga: Sesuai Anjuran Dokter, Ini Beberapa Syarat Jalani Isolasi Mandiri di Rumah
Mengenal Terapi Perilaku Dialektika
Menurut American Psychological Association, terapi perilaku dialektika adalah gabungan antara terapi sikap, kognitif, dan pusat perhatian.
Terapi ini bertujuan untuk membantu individu untuk menerima kenyataan hidup dan perilakunya serta membantu untuk mengubah hidupnya, termasuk perilaku disfungsional.
Terapi perilaku dialektika ini biasa digunakan oleh psikolog untuk orang yang memiliki gangguan bipolar, gangguan stres pascatrauma (PSTD), serta gangguan makan.
Melansir Webmd, istilah dialektis berasal dari gagasan bahwa menyatukan dua hal yang berlawanan dalam terapi, yakni penerimaan dan perubahan dapat membawa hasil yang lebih baik pada terapi.
Aspek unik dari terapi ini yakni adalah fokusnya pada penerimaan pengalaman pasien sebagai cara bagi terapis untuk meyakinkan mereka.
Tak hanya membuat pasien menerima pengalaman mereka, terapi perilaku dialektika juga dapat menyeimbangkan yang diperlukan untuk mengubah perilaku negatif pada pasien.
Ada tiga teknik umum dalam melakukan terapi perilaku dialektika, yakni secara individu, kelompok, atau melalui telpon.
Baca Juga: Kabar Gembira, Ibu Hamil Kini Bisa Ikut Vaksinasi Covid-19, Begini Aturannya
Melansir Very Well Mind, terapi ini dikembangkan pada akhir 1980-an oleh Dr. Marsha Linehan dan rekannya ketika mereka menemukan bahwa terapi perilaku kognitif saja tidak bekerja sebaik yang diharapkan pada pasien dengan gangguan bipolar.
Kemudian, Marsha dan timnya menambahkan teknik lain dan mengembangkan perawatan untuk memenuhi terapi sebagai kebutuhan individu jika diperlukan ini.
Jika kamu ingin melakukan terapi ini, kamu dapat mengonsultasikannya terlebih dahulu pada profesional.
Nantinya, profesional akan mengevaluasi gejala, riwayat pengobatan, dan tujuan terapi Anda untuk melihat apakah terapi ini cocok untukmu atau tidak. (*)