Parapuan.co – Kawan Puan, hari ini (23/6/2021) kita tengah merayakan International Widows Day atau Hari Janda Internasional.
Peringatan Hari Janda Internasional ini pertama kali dideklarasikan oleh PBB sejak 2011.
Tujuan dari peringatan Hari Janda Internasional ini pun mulia sekali lo Kawan Puan, yaitu
mengatasi kemiskinan dan ketidakadilan yang dihadapi oleh para janda dan tanggungan mereka di berbagai negara.
Seperti yang diketahui bahwa ketika perempuan menyandang status janda maka ada banyak tantangan yang harus dilalui.
Baca Juga: Hari Janda Internasional, Ibu Disabilitas Ini Tak Biarkan Kekurangan Jadi Penghalang
Apalagi ketika perempuan dengan status janda tersebut telah memiliki anak atau seorang ibu tunggal, sehingga banyak peran pun harus dilakukan dalam sekali waktu.
Nah tantangan terbesar yang dihadapi oleh para ibu tunggal ini juga turut dijelaskan Maureen Hitipeuw, penggagas komunitas Single Moms Indonesia pada acara Arisan Parapuan 3 beberapa waktu lalu.
1. Perubahan kondisi finansial
Menurut Maureen, tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh seorang ibu tunggal adalah berubahnya kondisi finansial.
“Perbedaannya pasti sangat terasa ya, apalagi bagi ibu tunggal dengan lebih dari satu anak. Sebelum berpisah, atau ditinggal meninggal suami duluan, kondisi finansial pasti lebih stabil. Itu sekaligus jadi tantangan terbesar ketika menjadi ibu tunggal,” ungkap Maureen.
Maureen menambahkan bahwa kecenderungan di Indonesia setelah berpisah, mantan suami kebanyakan melepas tanggung jawab pada anak.
Hal ini pula yang semakin menantang bagi ibu rumah tangga, sebab tanggungan anak sepenuhnya harus mereka bawa sendiri.
2. Menjelaskan soal perpisahan dengan anak
Kawan Puan, salah satu tantangan yang tidak bisa dihindari adalah menjelaskan soal perpisahan pada anak.
Maureen sendiri mengaku bahwa tantangan ini sering sekali ditanyakan anggota komunitasnya.
Terkait hal ini, Maureen menjelaskan bahwa sebenarnya anak itu merupakan manusia yang kuat.
Tanpa diberi tahu pun, anak akan mengerti jika ayah dan ibunya sedang dalam hubungan yang kurang baik.
Baca Juga: Cara Beradaptasi sebagai Ibu Tunggal Baru, Begini Kata Psikolog
“Ada yang namanya koneksi batin, even kita (mantan suami dan istri) berantemnya ngumpet-ngumpet, anak itu tahu kalau orang tuanya berantem,” jelasnya.
Lalu Maureen juga memberikan tips soal menjelaskan perpisahan pada anak.
Ia mengatakan bahwa penting sekali mengunakan bahasa yang mudah dimengerti anak.
“Saya selalu menganjurkan teman-teman untuk ngasih tahu aja ke anaknya kalau orang tuanya berpisah. Tapi gunakan bahasa yang sesederhana mungkin dan disesuaikan dengan usia anak,” tambahnya.
3. Proses penyembuhan setelah berpisah
Kawan Puan, baik berpisah secara hukum atau ditinggal meninggal pasangan, keduanya membutuhkan proses penyembuhan yang tidak sebentar.
Maureen sendiri menjelaskan bahwa proses penyembuhan setelah berpisah ini tidak sama antara perempuan satu dengan yang lainnya.
Sebab proses penyembuhan ini merupakan bagian dari perjalanan ke dalam masing-masing perempuan.
“Kalau kita bicara seberapa lama prosesnya untuk pulih secara batin, saya tidak bisa menyebutkan timeline sebetulnya. Karena proses penyembuhan luka batin itu merupakan proses perjalanan ke dalam diri kita yang sangat-sangat personal sifatnya.”
Baca Juga: Chacha Thaib Bagikan Tips Membagi Waktu untuk Ibu Tunggal yang Bekerja
Maka dari itu, Maureen berpesan agar tidak membandingkan proses penyembuhan setelah berpisah ini dengan orang lain.
Menurutnya yang bisa dibandingkan itu adalah sebelum dan sesudah perempuan itu menjalani proses penyembuhan luka batinnya.
“Jadi kita bisa compare, Oh saya bercerai setahun yang lalu. Mungkin setahun yang lalu melihat muka mantan aja gemes, tapi setahu kemudian bisa WA soal anak tanpa emosi. Nah ini progressnya,” jelasnya.
(*)