Parapuan.co - Gloria Majiga Kamoto adalah aktivis lingkungan asal Malawi, Afrika, yang gencar mengkampanyekan larangan penggunaan plastik sekali pakai di negaranya.
Bukan tanpa alasan, penumpukan sampah plastik di Malawi sudah sangat mengkhawatirkan, Kawan Puan.
Bersama dengan aktivis serta kelompok masyarakat sipil lainnya, Gloria mempelopori kampanye yang menekan pihak berwenang untuk menerapkan larangan plastik di Malawi.
Lewat aksi kampanyenya, Gloria berhasil membawa perubahan terhadap penggunaan plastik sekali pakai di negaranya tersebut.
Melansir dari CNN, setelah pertempuran hukum yang berlarut-larut dengan para produsen plastik, Mahkamah Agung Malawi menguatkan larangan nasional atas produksi, impor, distribusi, dan penggunaan plastik sekali pakai pada Juli 2019.
Baca Juga: Sosok Vokal Rawdah Mohamed, Editor Fashion Berhijab Pertama di Vogue Skandinavia
Perlawanan sengit Gloria terhadap produsen plastik sekali pakai di Malawi ini menyebabkan penutupan tiga perusahaan plastik pada tahun 2020 oleh pemerintah Malawi.
Atas aksi serta berbagai kampanyenya tersebut, Gloria dianugerahi penghargaan Goldman Environmental Prize.
Perjuangan Gloria ini tidak bisa dikatakan mudah nih, Kawan Puan.
Perempuan berusia 30 tahun ini mengaku, kampanyenya yang menekan perusahaan-perusahaan besar dan orang-orang penting sering membuatnya berada dalam bahaya.
"Terkadang kamu menempatkan keluargamu dalam risiko bahaya dengan menghadapi perusahaan besar dan orang-orang dengan latar belakang politik yang berpengaruh," kata Gloria.
Kawan Puan, Gloria Majiga-Kamoto mulai terdorong untuk melawan produsen plastik setelah melihat bagaimana petani dan peternak berjuang melawan polusi plastik.
“Beberapa dari mereka (peternak) kehilangan ternaknya karena lahan ternak yang sangat tercemar plastik sekali pakai, mereka (hewan ternak) mengkonsumsi plastik ini, yang membunuh mereka, sehingga mempengaruhi mata pencaharian pemiliknya,” jelas Gloria.
Gloria menjelaskan bahwa sampah plastik di negaranya tersebut sudah sangat meresahkan.
Di kota Mponela, di wilayah Tengah Malawi, Majiga-Kamoto mengatakan sekitar 40% hewan ternak yang disembelih, ditemukan telah menelan pecahan plastik.
Baca Juga: Mien R. Uno Ingatkan Jadi Perempuan Harus Mandiri dan Tidak Bergantung
Lingkungan Malawi juga terkena dampak buruk dari sampah plastik.
Para ahli sanitasi menyalahkan penanganan yang buruk dari sampah plastik di ibu kota Malawi, Lilongwe, sebagai penyebab banjir yang membuat ribuan orang mengungsi dari kota itu.
"Ini adalah masalah. Plastik tidak membusuk dan dapat bertahan lebih dari 100 tahun... Ini mengganggu lingkungan, menghalangi sistem drainase, menawarkan habitat bagi perkembangbiakkan organisme penyebab penyakit dan membunuh ternak ketika tertelan," kata Yanira Ntupanyama, sekretaris utama di Kementerian Kehutanan dan Sumber Daya Alam Malawi.
Dengan semakin banyak dan menumpuknya sampah plastik ini, Gloria mengkhawatirkan ketidakmampuan Malawi untuk mengolah sampah plastik daur ulang.
“Malawi sangat jauh tertinggal. Daur ulang sampah membutuhkan teknologi dan kami tidak memiliki banyak teknologi itu,” katanya.
Di luar dari tindakan pemerintah, Gloria percaya bahwa masyarakat Malawi memiliki peran penting untuk dimainkan.
"Plastik adalah inovasi yang cukup berguna, tetapi masalahnya adalah kami menggunakannya secara tidak berkelanjutan," jelasnya.
"Individu harus menyadari kontribusi mereka sendiri terhadap kekacauan ini. Masyarakat Malawi harus mempermudah plastik untuk berakhir di tempat yang tepat," ucap Gloria.
Baca Juga: Perjalanan Bisnis Shandy Purnamasari, Kembangkan MS Glow untuk Berdayakan Perempuan
Kawan Puan, Malawi adalah salah satu negara yang saat ini sedang berjuang mengurangi pemakaian plastik sekali pakai.
Ada sekitar 75.000 ton plastik diproduksi di Malawi setiap tahunnya, mirisnya 80 persen dari plastik yang diproduksi tersebut dibuang begitu saja setelah digunakan.
Data tersebut didapat berdasarkan studi yang baru-baru ini dilakukan oleh pemerintah Malawi dengan tajuk On the Brink of Momentous Change on Plastic Pollution.
Padahal seperti yang kita ketahui bersama, plastik adalah limbah yang sulit terurai, sampah plastik Malawi ini akan membutuhkan lebih dari 100 tahun lamanya untuk bisa hilang.
Jika pembuatan plastik sekali pakai ini terus-terusan dilakukan, besar kemungkinannya negara tersebut akan mengalami krisis sampah plastik yang serius.
Baca Juga: Ini Perjalanan Esther Gayatri, Perempuan Pertama yang Menjadi Kapten Pilot Uji Coba di Indonesia
“Jika produksi dan distribusi berlanjut, kemungkinan besar kita akan mencapai krisis,” kata Yanira.
Kawan Puan, kondisi Malawi ini bisa kita jadikan pelajaran.
Yuk kita jaga dan rawat lingkungan kita dengan lebih bijaksana lagi dalam menggunakan plastik!