Parapuan.co - Pandemi bisa menjadi momen yang traumatis bagi kebanyakan orang.
Banyak mereka yang kehilangan pekerjaan maupun kehilangan orang yang dicintai.
Selain itu, orang tua yang bekerja harus membagi waktu dengan anak-anak yang menjalani belajar daring.
Melansir Huffpost, hampir sepertiga orang Amerika telah melaporkan gejala kecemasan dan depresi dalam satu tahun terakhir, bahkan melonjak 200% dari sebelum pandemi.
Baca Juga: Tak Perlu Dipaksa, Semangat Belajar Anak Bisa Tumbuh Lewat Langkah Berikut
Sejal Hathi, dokter Rumah Sakit Umum Massachussetts dan anggota dewan organisasi non-profit advokasi kesehatan mental mengatakan krisis kesehatan mental yang berkembang ini dapat disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Adanya vaksin menjadi upaya penanganan Covid-19 yang diharapkan bisa memberi kita perlindungan untuk menjalani kehidupan normal.
Namun berbeda dengan penyembuhan mental dari peristiwa pandemi yang tidak bisa terjadi dalam semalam.
Sebab pemulihan membutuhkan waktu, kesabaran, dan kasih sayang.
Baca Juga: Indonesia Dapat Pujian WHO Usai Datangkan Vaksin AstraZeneca
Menurut Amy Cirbus, konselor kesehatan mental berlisensi New York mengatakan, langkah pertama adalah menyadari bahwa apa yang kita alami selama pandemi dapat diklasifikasikan sebagai trauma.
Untuk mulai sembuh, pertama-tama kita harus mengakui perasaan kita tanpa membandingkannya dengan perasaan orang lain, dan menerima bahwa pandemi selama setahun terakhir cukup menantang.
Berapa lama waktu untuk sembuh dari apa yang kita alami?
Amy mengatakan, proses setiap orang akan berbeda dan bervariasi bergantung pada seberapa besar mereka terpengaruh hanya oleh keadaan dan riwayat mereka sendiri dengan kesehatan mental dan trauma.
Baca Juga: Indonesia Dapat Pujian WHO Usai Datangkan Vaksin AstraZeneca
Bukti lainnya seperti pada peristiwa epidemi Ebola, bahwa rasa sakit emosional dapat bertahan lama setelah peristiwa traumatis mereda.
Aktivasi respon stres yang terus-menerus yang terjadi selama krisis dapat memicu depresi, penurunan fungsi kekebalan, dan masalah kesehatan fisik.
Sejal menambahkan, bergumul dengan dampak mental dari pandemi ini bisa memakan waktu yang lama, tetapi bukan berarti ini akan menghasilkan stres permanen atau kerusakan permanen bagi orang-orang.
Baca Juga: Waspadai dan Kenali PMDD, Pra-Menstruasi yang Bisa Ganggu Mental
Apa yang kita perlukan untuk meningkatkan kesehatan mental?
Kita bisa membangun kembali makna dan tujuan dalam hidup kita, karena pandemi telah menghilangkan begitu banyak dari apa yang mungkin telah mendefinisikan kita sebelumnya.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa orang yang pernah mengalami pengalaman traumatis biasanya mengalami pemulihan yang lebih lancar jika mereka menjalani terapi.
Dukungan sosial juga dapat bertindak sebagai penopang yang luar biasa terhadap masalah psikologis dan gejala seperti post-traumatic stress disorder (PTSD), kemudian diikuti dengan pengobatan, olahraga, dan meditasi.
(*)